JAKARTA. HarimauSumateraBersatu.com - Alarm ketenagakerjaan nasional kembali menyala keras di tengah badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih melanda Indonesia.
Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN mengungkap data terbaru yang menggambarkan tekanan ekonomi yang semakin berat. Jumlah orang yang putus asa mencari kerja melonjak drastis pada 2024 mencapai 2,7 juta orang, naik jauh dari 883 ribu orang pada 2019. Lonjakan ini menjadi salah satu sinyal paling serius bahwa pasar tenaga kerja Indonesia menghadapi masalah struktural yang makin dalam.
Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, Zamroni Salim, menjelaskan bahwa sebagian besar kelompok yang menyerah mencari pekerjaan berasal dari lulusan SD dengan persentase 37,97 persen.
Lulusan SMA berada di urutan kedua sebesar 24,86 persen, disusul lulusan SMP 20,72 persen. Data ini menunjukkan tekanan ekonomi tidak hanya menghantam kelompok berpendidikan rendah, melainkan mulai menjangkau level pendidikan yang lebih tinggi.
“Ada sejumlah angkatan kerja yang putus asa. Jadi, putus asa mencari pekerjaan. Artinya, di sini dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Dari 2019 ke 2024, di 2024 menjadi 2,7 juta orang, dan itu sebagian besar berasal tentu saja dari SD atau tidak lulus SD, tapi yang ingin kami sampaikan di sini SMP, SMA, dan yang sarjana, diploma dan sarjana itu juga meningkat,” kata Zamroni dikutip detikFinance dalam Seminar Economic Outlook 2026 di Kantor BRIN, Jakarta Selatan, Jumat (19/12).
SARJANA JUGA ALAMI KESULITAN
Selain kelompok putus asa, jumlah pencari kerja di Indonesia juga meningkat signifikan. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional, jumlah pencari kerja naik dari 7,8 juta orang pada 2019 menjadi 11,7 juta orang pada 2024.
Zamroni mencatat bahwa lulusan SMA mendominasi angka tersebut dengan porsi 29,46 persen, diikuti lulusan SMK 25,04 persen, serta lulusan SD atau tidak lulus SD sebesar 17,18 persen.
Sementara itu pencari kerja berpendidikan S1 mencapai 11 persen, menandakan bahwa gelar sarjana tidak lagi menjadi jaminan untuk memperoleh pekerjaan dengan mudah.
“Peningkatan dari 7,8 juta menjadi 11,7 juta pencari kerja ini sangat signifikan. Ironisnya, sebagian besar justru berasal dari lulusan SMA dan S1. Artinya, sarjana kini menjadi salah satu penyumbang pencari kerja terbesar di Indonesia,” ungkap Zamroni.
BRIN menilai kondisi ini sebagai gambaran masalah struktural dalam perekonomian, di mana pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan laju pertumbuhan angkatan kerja.
Situasi makin berat karena sebagian pencari kerja terpaksa masuk ke sektor informal yang rentan, tanpa perlindungan jaminan sosial dan tanpa kepastian pendapatan